Hidup Rakyat!
Salam Lestari!
Lawan Pencemaran Lingkungan!
Sekitar jam setengah tiga pagi, Rabu (14/3/2018), belasan polisi mendatangi Posko SAMAR (Sukoharjo Melawan Racun). Saat itu, ada 9 orang relawan SAMAR yang berada di lokasi. Mereka semuanya sedang terlelap; 8 orang tidur di posko dan 1 orang tidur di rumah salah satu warga.
Polisi-polisi pun memasuki posko, lalu membangunkan Congo. Setelah Congo terbangun, ia ditarik tangannya oleh polisi dan hendak diajak ke luar posko. Congo pun menolak sehingga membuat relawan-relawan lainnya turut terbangun. Maksud polisi memasuki posko ialah untuk mencari seorang warga bernama Wiji alias Negro. Namun orang yang mereka cari tak ditemukan di area sekitar posko. Di dalam posko, juga ada seorang polisi menenteng senjata laras panjang. Ada pula seorang polisi yang berkata dengan nada mengancam kepada para relawan, “Mana kartu identitas kalian? Kalian dari mana? Ini wilayah Polda saya, kalau kalian nggak mau menunjukkan identitas, semuanya bisa kami tangkap!”.
Dari 8 relawan dalam posko, hanya dua orang yang menunjukkan kartu identitasnya; yakni Congo menunjukkan kartu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Emon yang menunjukkan kartu pelajar SMK 2 Sukoharjo. Sambil meminta-minta kartu identitas relawan lainnya namun tak kunjung dituruti, polisi juga menanyakan domisili asal para relawan. Para relawan pun menjawab darimana asal kampus dan tempat tinggal mereka secara jujur.
Dalam interogasi tersebut, Congo sempat mengalami intimidasi verbal dari seorang polisi berkaos merah-bercelana jins panjang. Polisi itu menuduh Congo telah menghina aparat kepolisian pada aksi massa di PT. Rayon Utama Makmur (RUM), tanggal 22 Februari kemarin. Congo yang saat lampau tengah berjoget di hadapan polisi dianggap sedang melakukan penghinaan kepada polisi-polisi yang sedang bertugas. Tuduhan tak jelas dari polisi pun ditepis Congo. Merasa tak terima, seorang polisi tersebut mengancam akan memberi surat penangkapan kepada Congo, “Saya lihat di video, Anda sepertinya menghina kepolisian. Mau saya bikinkan surat sekarang supaya Anda bisa ditangkap?!”. Selain kepada Congo, polisi juga bersikap tak ramah kepada seorang relawan yang menanyakan maksud kedatangan polisi. “Urusanmu opo?!!,” begitulah jawaban seorang polisi kepada relawan yang sekadar ingin tahu. Tak hanya bertanya-tanya, polisi juga memotret kondisi posko dan kertas-kertas di dinding yang mencantumkan nama dan nomor ponsel pengurus Masyarakat Peduli Lingkungan (MPL).
Setelah puas mengintimidasi, polisi-polisi pun keluar dari posko pada pukul 03.12. Kami melihat, mereka juga menyisir semak-semak di seberang posko. Kemudian, mereka masuk ke dalam tiga mobil masing-masing untuk pergi meninggalkan kami.
***
Kami melakukan rapat kecil-kecilan setelahnya. Lalu menjauh dari posko secara sporadis untuk mengamankan diri. Di saat sedang sibuk mengamankan diri masing-masing, kami memperoleh kabar bahwa ada 5 orang yang ditangkap oleh polisi. Mereka adalah: Sukemi Edi Santoso yang ditangkap di Kampung Mbrau, Brillian Yosef Naufal yang ditangkap di Kampung Bandang, Bambang Hesthi Wahyudi sebagai Pembina MPL, Danang Abu Fadlan yang ditangkap di Desa Kedungwinong, dan Danang Tri Widodo yang ditangkap di Ngambil Ambil (Kelurahan Nguter).
Menurut kabar dari LBH Semarang, kelima orang yang ditangkap tersebut dibawa ke tempat berbeda. Sukemi dan Brillian dibawa ke Mapolda Jawa Tengah. Bambang dibawa ke Mabes Polri, dan sementara, kabar Danang Tri dan Danang Abu sampai rilis ini dibuat masih belum diketahui kepastiannya.
***
Pengintimidasian terhadap para relawan dan penangkapan orang-orang yang berjuang melawan PT. RUM merupakan upaya pemecahan kekuatan rakyat Sukoharjo dalam melawan pencemaran lingkungan yang dilakukan PT. RUM.
PT. RUM yang beroperasi di wilayah Nguter, Kabupaten Sukoharjo telah melakukan pencemaran lingkungan parah melalui limbah yang mereka hasilkan. Warga di Kabupaten Sukoharjo, sebagian Wonogiri, dan sebagian Karanganyar telah merasakan bau busuk di udara selama Oktober 2017 sampai Februari 2018. Akibat bau busuk itu, warga mengalami sesak nafas dan tercatat 32 warga Nguter terjangkit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Selain udara, PT. RUM juga telah membikin sumber air tanah warga menjadi keruh nan bau sehingga ada 2 sumur warga yang sudah tidak bisa dipakai konsumsi. Sungai Gupit pun turut tercemar sehingga banyak ikan mati karena sungai tersebut sempat dilalui saluran pipa pembuangan limbah RUM.
Menanggapi pencemaran tersebut, warga pun membentuk aliansi perjuangan yang dinamai MPL. Lalu, para mahasiswa yang datang bersolidaritas membentuk SAMAR. Perlu diketahui, sebelumnya, sudah ada 3 orang pelawan RUM yang ditangkap aparat kepolisian. Mereka adalah Hisbun Payu (Is); mahasiswa UMS, Kelvin Ferdiansyah Subekti, dan Sutarno. Hingga kini, mereka bertiga masih ditahan di Mapolda Jateng.
Mengamati kasus demikian, maka tak salah jika SAMAR dan MPL menganggap bahwa PT. RUM berambisi untuk tidak benar-benar mematuhi SK Bupati Sukoharjo No. 660.1/207 Tahun 2018 Tentang “Pemberian Sanksi Administratif dalam Rangka Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berupa Paksaan Pemerintah dalam Bentuk Penghentian Sementara Kegiatan Produksi Kepada Penanggung Jawab Perusahaan Industri Serat Rayon PT. Rayon Utama Makmur di Kabupaten Sukoharjo”.
PT. RUM sengaja bekerjasama dengan aparat untuk mengabaikan kasus pencemaran lingkungan. Padahal, warga terdampak pencemaran telah berjuang dengan menegakkan dalil-dalil konstitusi demi hajat hidup orang banyak. Dengan semakin bertambahnya para pejuang yang ditangkap dan diintimidasi oleh aparat penegak hukum, indikasi kerjasama antara aparat dengan perusahaan untuk memusuhi kehendak rakyat semakin jelas terlihat di Sukoharjo. Kesimpulannya: hukum dilaksanakan secara berat sebelah oleh aparat-aparat di Sukoharjo!
Begitupula, kondisi area PT. RUM yang selalu dijaga personil Polri dan TNI setiap harinya merupakan pertanda kuat bahwa aparat negara lebih berpihak kepada kepentingan perusahaan yang telah merusak lingkungan warga sekitar. Kasus-kasus seperti ini; aparat yang lebih memihak perusahaan di area konflik warga yang dirugikan alamnya, sudah lazim terjadi di pelbagai daerah di Indonesia. Oleh karenanya, kami menghimbau kepada para pejuang lingkungan, agraria, dan hak asasi manusia (HAM) dimanapun berada untuk saling bersolidaritas demi memperkuat perlawanan rakyat atas penindasan-penindasan dari perusahaan-perusahaan besar yang selalu merusak lingkungan demi keuntungan elit pemodal.
Kami di Sukoharjo akan selalu gigih berjuang, melawan, dan dengan tangan terbuka menggandeng solidaritas dari pejuang-pejuang lingkungan di manapun berada. Hanya satu suara yang kami lantangkan: Lawan PT. RUM!
Hidup Rakyat, Panjang Umur Perjuangan!
(IG: sukoharjo.melawan.racun)