
Sore itu pukul 16.20 massa Aliansi Wonosobo Melawan terlibat adu mulut di depan markas Komando Distrik Militer (Kodim) 07/07 Wonosobo. Dugaan keributan ini berawal dari lemparan petasan dari barisan massa aksi setiba berorasi di halaman markas tersebut. Akibatnya lalu lintas terhambat. Gerbang markas jadi pusat perhatian.
Enam anggota LPM Shoutul Qur’an lekas menghampiri peristiwa itu selepas meliput aksi damai di gedung DPRD Wonosobo. Satu di antara mereka memulai siaran langsung setiba di seberang Kodim. Ia menghampiri massa aksi di mobil komando L300 yang sedang cekcok dengan tentara.
Baru merekam tiga menit, gawainya direbut seseorang dari belakang. Oleh tentara baret hijau, gawai jenis Samsung A13 itu dibanting ke trotoar mengenai dinding batas markas. Ketika hendak diambil lagi, Pimpinan Redaksi (Pimred) LPM Shoutul Qur’an diapit tentara dan ditanya, “Kamu bawa pisau?. Mana pisaumu!.”
Anggota LPM Shoutul Qur’an yang meliput hari itu memakai Pakaian Dinas Harian (PDH) warna biru serta identitas kartu pers yang dikalungkan. “Saya pers mahasiswa, pak. Itu hape saya,” kata Rossihan Anwar ketika berusaha meraih gawai. Tiba-tiba, lehernya dipiting. Kalah cepat dia dengan tangan tentara yang berhasil menyita gawainya lalu melempar keras-keras ke halaman markas kodim.
Puluhan tentara menghadang kawan kami saat ia berusaha masuk halaman markas. Seorang tentara mengambil gawai itu dengan permintaan menuliskan sandi. Rossihan bilang negosiasi yang terjadi adalah tentara menyerahkan dulu kepadanya untuk membuktikan bahwa dia pemilik asli. “Daripada menulis sandi, aku pakai sidik jari. Hapenya langsung kebuka, aku pergi,” ujarnya.
Menurut saksi mata, represi terhadap anggota LPM Shoutul Qur’an telah diamati pelaku saat perekam hendak balik badan. Tentara itu, kata Deli Prihab Mahasin, sempat menonton layar gawai. “Itu nggak tiba-tiba, diambil saat lengah. Kaget,” ucapnya.
Pimpinan Umum LPM Shoutul Qur’an, tuduhan tak berdasar kepada pers mahasiswa oleh tentara Kodim 07/07 Wonosobo adalah bentuk represi. Ia berpendapat pengrusakan gawai saat liputan adalah bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang telah dilindungi Undang-Undang. “Kami mengecam represi yang dilakukan Kodim terhadap pers mahasiswa,” jelas Eriana Dhea Tamara.
Peristiwa ini menyebabkan kerugian materiil dan psikis berupa layar gawai yang retak dan trauma yang dialami oleh sesama kawan pers mahasiswa di Wonosobo. Oleh karena itu, LPM Shoutul Qur’an menyatakan sikap:
- Mengutuk tindak represi tentara pada pers mahasiswa.
- Menyerukan solidaritas kepada civitas akademika UNSIQ.
- Menegaskan posisi pers mahasiswa sebagai entitas pers yang dilindungi UU. 40/1999 serta keberadaannya diakui oleh Dewan Pers.