PUTUSAN PTUN AMBON BERSIFAT ULTRA PETITA

0
81
Pengurus LPM Lintas bersama kuasa hukum di halaman depan PTUN Ambon.
Pengurus LPM Lintas bersama kuasa hukum di halaman depan PTUN Ambon. | Sumber: lbhpers.org

Lembaga Pers Mahasiswa Lintas di Institut Agama Islam Negeri Ambon mendaftarkan memori banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Ambon pada Kamis, 8 Desember 2022. Upaya banding ini sebagai jalan untuk memperjuangkan pers mahasiswa itu kembali ke kampus setelah dibekukan pada 17 Maret lalu.

Upaya banding dilakukan kembali setelah gugatan empat pengurus pers mahasiswa ditolak majelis hakim PTUN Ambon. Berdasarkan putusan PTUN Ambon Nomor 23/G/2022/PTUN.ABN, yang diberitahukan melalui e-court 18 November 2022, majelis hakim menyatakan gugatan yang dilayangkan empat anggota pers mahasiswa Lintas ini ditolak.

Dalam pengajuan memori banding para penggugat terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan fakta hukum pada saat persidangan bahkan dalam amar pertimbangan putusan bersifat ultar petita, sehingga hal tersebut yang menjadi dasar untuk mengajukan memori banding:

Pertama, gugatan Para Penggugat bersifat individu, bukan model gugatan hak gugat organisasi. “Mestinya Majelis Hakim mecermati hal tersebut. Namun didapati dalam amar pertimbangannya para penggugat tidak mempunyai legal standing karena telah berakhir masa kepengurusan. Padahal gugatan individu dengan hak gugat organisasi dua hal yang berbeda,” kata kuasa hukum penggugat, Ahmad Fathanah.

Kedua, dalam amar pertimbannya Majelis Hakim melihat permasalahan ini tidak secara utuh karena, Majelis Hakim menilai hak subjektif dan kepentingan hukum yang mengakibatkan kerugian ditafsirkan secara alternatif padahal secara konsep hal tersebut menjadi satu kesatuan atau Kumulatif yang semestinya dinilai secara bersamaan.

Ketiga, dalam amar pertimbangannya, Majelis Hakim menilai Masa kepengurusan Para Penggugat telah berakhir tertanggal 16 Maret 2022 sebagaimana SK Pengurus Periode 2021-2022. Hal tersebut yang menjadi janggal karena dalam fakta persidangan sejak dibekukan tertanggal 17 Maret 2022, Pengurus LPM Lintas belum sama sekali melakukan Musyawarah sebagaimana dalam AD/RT sehingga pijakan Majelis Hakim dalam hal ini tidak ada.

Keempat, dalam amar pertimbangan menyebutkan pula, tidak adanya hubungan hukum maka tidak ada pula kerugian yang diderita. Majelis Hakim menilai permasalahan ini sepotong-sepotong karena sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan para penggugat beserta rekannya telah mengalami kerugian.

“Seperti tidak dapat lagi menjalankan kegiatan jurnalistik, adanya pemberhentian studi, adanya pelaporan polisi ke Polda, dan penahanan Ijazah. Semuanya telah ada di fakta persidangan,” tutur Ahmad.

Lintas menjadi wadah belajar mahasiswa di IAIN Ambon. Tempat pengembangan skill mahasiswa di berbagai bidang, tulis-menulis, desain grafis, videografi, serta fotografi. Bidang-bidang itu selaras dengan Jurusan Jurnalistik Islam di Fakultas Ushuluddin dan Dakwah.

Maka, menon-aktifkan Lintas bukan saja meniadakan sebuah organisasi intra-kampus, melainkan upaya membunuh kreativitas mahasiswa dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan potensi mahasiswa. “Langkah membekukan Lintas merupakan wujud dari tindakan yang tidak manusiawi, sebab ada hak belajar yang turut terampas di sana,” kata Pemimpin Redaksi Lintas Yolanda Agne.

Pemberitaan pelecehan seksual di majalah Lintas edisi “IAIN Ambon Rawan Pelecehan”, yang diterbitkan pada 14 Maret 2022 adalah karya jurnalistik. Hasil penilaian Dewan Pers atas majalah tersebut menyimpulkan bahwa, tak ada pelanggaran kode etik pada artikel yang terhimpun dalam majalah Lintas edisi ke-II tersebut. Namun, pihak rektorat gegabah menilai isi majalah ini sebagai upaya mempermalukan nama institut.

Dengan spekulasi ini, pihak kampus melaporkan sembilan anggota redaksi di Kepolisian Daerah Maluku dengan tuduhan pencemaran nama. Kriminalisasi awak Lintas menjadi preseden buruk bagi institusi pendidikan. “Tak hanya itu, kampus juga menghentikan studi awak Lintas dan menahan ijazah dua alumni lainnya,” kata dia. Menurut Yolanda, fakta ini membuktikan IAIN Ambon masih melestarikan budaya Orde Baru di tengah kampus. “Siapa pun yang melontar kritik diseret ke polisi, hak pendidikannya diamputasi.”

Dengan rentetan peristiwa dari pemberitaan pelecehan seksual itu, kata Yolanda, seolah-olah perundungan seksual yang diduga dilakukan dosen, pegawai, alumni, mahasiswa ini hal biasa, tapi membongkar kejahatan itu sebuah kesalahan. Yolanda menambahkan, hal ini menunjukkan kejahatan kekerasan seksual memang dipelihara di dalam kampus.

Tindakan represif terhadap mahasiswa bukan saja menimpa anggota pers kampus itu. Sebelumnya, pihak kampus juga memberhentikan sementara seorang mahasiswa karena membuat pameran karya seni yang mengangkat isu kekerasan seksual di kampus. Ia diskor lantaran dianggap memamerkan gambar bernuansa porno.

Selanjutnya, para penggugat menyesali keputusan majelis hakim, yang menolak gugatan empat anggota pers mahasiswa ini atas surat pembekuan Lintas yang diteken Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin. Keputusan majelis hakim jelas mengabaikan rentetan peristiwa dan fakta setelah surat pembredelan itu terbit. Maka, langkah banding yang akan ditempuh kali ini menjadi proses dalam mencari sebuah keputusan hukum yang adil dan bijaksana.

Menurut Ahmad, dari beberapa dasar pengajuan memori banding, dinilai bahwa putusan yang diucapkan pada tanggal 28 November 2022, bersifat ultra petita atau sesuatu hal yang tidak dituntut, namun dikabulkan. “Sehingga kami berharap pada Pengadilan Tinggi dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya dengan melihat konteks permasalahan secara utuh,” ucap Ahmad.

Narahubung:
0821-4688-8873 (LBH Pers)