Jangan Renggut Hak-hak LPM Pendapa

PPMI DK Yogyakarta bersama jajaran persma siap mengajak seluruh elemen pendukung kebebasan berekspresi dan kemerdekaan berpindidikan di seantero Yogyakarta untuk menghadapi Rektorat UST Yogyakarta.

2
952

Salam Persma, Hidup Rakyat, Lawan Pembungkaman!

Sebuah kabar buruk mulai dihembuskan birokrat kampus Tamansiswa. Seolah tidak menghayati ajaran Tamansiswa, Rektorat Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta tengah berupaya membungkam Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pendapa. Melalui rilisan persnya, LPM Pendapa menyatakan bahwa upaya-upaya pembungkaman telah dilakukan oleh Rektorat UST Yogyakarta, seperti: tidak mengesahkan kepengurusan, menyetop pendanaan, hingga mengancam pengosongan sekretariat.

Tercatat sejak awal kepengurusan pada Februari hingga November 2016 sekarang, pihak Pendapa sudah berulangkali menemui birokrat kampus sebagai upaya menanyakan kejelasan dan beraudiensi. Mirisnya pada pertemuan di hari Senin, (14/11), pihak birokrat kampus yang diwakili Widodo membenarkan bahwa LPM Pendapa telah dibungkam. Perlu diketahui, pembungkaman LPM Pendapa ini disebabkan oleh muatan kritis dalam produknya yang bermaksud sebagai kontrol kebijakan kampus. Merasa tidak terima, pihak birokrat kampus pun memaksa kepengurusan Pendapa untuk menandatangani pakta integritas. Sedangkan isi pakta integritas tersebut cenderung mengamini keinginan birokrat kampus dan membatasi hak-hak LPM Pendapa. Maka sangat wajarlah bila kepengurusan LPM Pendapa menolaknya.

Mengetahui kabar ini, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota (DK) Yogyakarta beserta jajaran pers mahasiswa (persma) di Yogyakarta tidak ingin tinggal diam. Pembungkaman terhadap persma atas alasan apapun dengan menggunakan cara apapun merupakan wujud arogansi birokrat akademik. Perbuatan demikian tidak bisa diterima sebab akan semakin membatasi aspirasi-aspirasi kritis insan akademik yang ada di UST Yogyakarta. Kami khawatirkan, perbuatan naif birokrat UST Yogyakarta semakin menjalar dan ketagihan untuk membungkam nalar kritis kelompok-kelompok mahasiswa lainnya. Bila hal ini tetap dibiarkan, sama artinya mengkhianati marwah pendidikan khas Tamansiswa yang memerdekakan nan memanusiakan manusia.

Padahal bila mengingat sejarah Perguruan Tamansiswa, wadah ini didirikan Ki Hadjar Dewantara sebagai wujud perjuangan pendidikan melawan penjajahan. Kala itu, 3 Juli 1922, Ki Hadjar Dewantara bersama kawan-kawan seperjuangannya mendirikan Tamansiswa. Hal ini dilatarbelakangi terjajahnya kehidupan rakyat jelata di bawah rezim imperialis Hindia Belanda. Maka perjuangan melalui pendidikan merupakan sarana penyadaran supaya kaum pribumi jelata sanggup menjunjung martabatnya dan tidak mau lagi dijajah. Rezim penjajah pun tidak tinggal diam, kemudian menerbitkan Wildeschoolen Ordonantie atau peraturan Ordonansi Sekolah Liar pada 1932. Sadar bahwa peraturan tersebut bisa mengekang Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara pun melawannya dan menuliskan naskah protes (penolakan) di Majalah Timboel edisi 6 November 1932. Analogi pengekangan lewat ordonansi tersebut sebanding dengan upaya pembungkaman LPM Pendapa oleh Rektorat UST Yogyakarta.

Oleh sebabnya, melawan pembungkaman terhadap Pendapa adalah suatu upaya menyelamatkan misi-misi pendidikan khas Perguruan Tamansiswa. Melihat narasi sejarah Tamansiswa dan laku perjuangan Ki Hadjar Dewantara adalah membaca fakta bahwa kegiatan pendidikan sejatinya upaya pemerdekaan menghalau pembodohan dari rezim penjajah. Disambungkan dengan kondisi pendidikan kekinian, hal tersebut masih relevan untuk dilakukan. Ironisnya, Rektorat UST Yogyakarta selaku pewaris marwah ke-Tamansiswa-an justru terlihat mengkhianatinya dengan cara membungkam LPM Pendapa.

Sudah pasti, pembungkaman ini tidak layak dibiarkan. Demi menyelamatkan misi-misi kemerdekaan melalui pendidikan warisan Ki Hadjar Dewantara dan para leluhur, serta mewujudkan kemerdekaan berekspresi ranah akademik, PPMI DK Yogyakarta menyerukan sikap dan tuntutan sebagai berikut:

  1. Menuduh Rektorat UST Yogyakarta telah menodai ajaran Tamansiswa warisan Ki Hadjar Dewantara.

  2. Menghimbau agar Majelis Luhur Tamansiswa memperingatkan Rektorat UST Yogyakarta supaya tetap menjalankan misi-misi pendidikan yang memerdekakan dengan cara harus mencabut upaya-upaya perenggutan hak-hak LPM Pendapa.

  3. Selain mencabut perenggutan hak-hak terhadap Pendapa, Rektorat UST Yogyakarta harus mengakui kesalahannya dan bersedia meminta maaf kepada LPM Pendapa.

  4. Menghimbau Kemenristekdikti dan Kopertis Wilayah V supaya menindak tegas perbuatan sewenang-wenang Rektorat UST Yogyakarta yang mencederai kebebasan berekspresi di perguruan tinggi.

  5. Mengajak kawan-kawan mahasiswa di seantero Yogyakarta bahkan Indonesia agar berani mendukung kebebasan berekspresi di perguruan tinggi dan mau mengumandangkan perlawanan apabila dibugkam.

  6. Mengajak jajaran persma di seantero Yogyakarta bahkan Indonesia supaya bahu-membahu untuk melawan segala bentuk pembungkaman oleh birokrat kampus dan jangan ragu-ragu untuk melawannya.

  7. Mengajak mahasiswa-mahasiswi UST Yogyakarta dan seluruh elemen pendukung kemerdekaan berekspresi dalam perguruan tinggi di Yogyakarta supaya turut memperjuangkan LPM Pendapa sebagai wujud menjaga nilai-nilai kearifan Tamansiswa warisan Ki Hadjar Dewantara.

Begitulah narasi kasus, sikap, dan tuntutan dari PPMI DK Yogyakarta. Kami berharap Rektorat UST Yogyakarta segera menghentikan upaya-upaya pembungkaman kepada LPM Pendapa. Apabila pihak Rektorat UST Yogyakarta tidak mengindahkan sikap dan memenuhi tuntutan kami, maka PPMI DK Yogyakarta bersama jajaran persma siap mengajak seluruh elemen pendukung kebebasan berekspresi dan kemerdekaan berpindidikan di seantero Yogyakarta untuk menghadapi Rektorat UST Yogyakarta. Ingatlah!

Yogyakarta, 17 November 2016
Taufik Nurhidayat, Sekjend PPMI DK Yogyakarta

Narahubung:
Peka Tariska, Pemimpin Umum LPM Pendapa (085326060788)

Alan Hakim, BP Advokasi PPMI DK Yogyakarta (089530641159)

Taufik Nurhidayat, Sekjend PPMI DK Yogyakarta (083869971305)