Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam Pers Mahasiswa.
Semoga rekan-rekan pegiat Pers Mahasiswa sepenjuru Nusantara dalam keadaan sehat walafiat. Semoga pula tetap di jalur yang benar (menyuarakan kebenaran) dan serta masih hidup dengan semangat ke-kritis-an dan jiwa indealisme yang terus dijunjung.
Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara Demokratis di dunia. Salah satu butir demokrasi itu ialah berhak atau memiliki hak menyuarakan pendapat dan bebas berekspresi. Namun nyatanya, implementasi Demokrasi yang diagungkan itu “jauh panggang dari api”. Hal ini terbukti jelas apa yang telah dilakonkan dan dilakukan pemangku kekuasaan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, dengan membekukan dan memberedel Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros. Ini bukti pihak UAD Yogyakarta telah mencoreng demokrasi di Indonesia.
Birokrat UAD telah membekukan dan memberedel secara sepihak terhadap LPM Poros, yang berada di bawah naungannya. Pembekuan dan pemberedelan terhadap LPM Poros oleh Birokrat UAD Yogyakarta, terlihat jelas secara sepihak, tanpa menjelaskan duduk permasalahan (konten berita yang dipermasalahkan) dan tidak ada pemberitahuan resmi pula dari pihak kampus.
Abdul Fadlil selaku Wakil Rektor III dan pejabat terkait UAD, menilai LPM Poros sudah keterlaluan dalam memberitakan terkait pendirian Fakultas Kedokteran di UAD yang dimuat pada buletin magang LPM Poros. Bahkan ia mengatakan LPM Poros tidak ada manfaat sama sekali bagi kampus, karena selama ini mereka anggap selalu memberitakan keburukan dan kejelekan kampus saja.
Pembekuan dan pembredelan LPM Poros tidak secara sah dimata hukum, karena tidak adanya SK tentang hal itu yang dikeluarkan oleh pihak kampus. Pada dasarnya setiap keputusan tentu disertai Surat Keputusan (SK), baik pengangkatan maupun pemberhentian (pembekuan dan pembredelan).
Sungguh aneh dan sangat disayangkan. Pihak UAD (Abdul Fadlil selaku Wakil Rektor III) tidak mau memberikan penjelasan dan klarifikasi (melalui hak jawab dalam jurnalistik) apa yang dipermasalahkan, meski awak redaksi LPM Poros sudah menyarankan dan membuka pintu akan hal itu. Bahkan sudah enam kali ditawarkan Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi LPM Poros, namun tak disambut dengan bijak. Pihak LPM Poros sudah memberikan ruang untuk bicara, tapi tidak disambut baik oleh pihak kampus. Apa yang telah dilakukan dan diupayakan pihak LPM Pores sudah sangat tepat dan sesuai dengan kode etik jurnalistik. Bagaimana mungkin kita (LPM Pores) bisa dikatakan salah, tapi tidak diberitahu letak kesalahannya dimana? Sungguh aneh. Secara tersirat memperlihatkan bahwa, pemimpin di UAD adalah orang-orang yang anti dengan kritik dan saran.
Peristiwa ini membuktikan bahwa, apaya telah dilakukan oleh Birokrat UAD secara sengaja melanggar dan menciderai UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Tindakan ini sudah mengubur dalam-dalam prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi, yang selama ini dilaksanakan dengan prinsip demokratis, berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Untuk itu, kami Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Aceh (FKPMA) menyatakan: pembekuan dan pemberedelan LPM Poros merupakan tindakan yang tidak menjunjung tinggi nilai demokrasi, bahkan bisa dikatakan main hakim sendiri, dan mencerminkan kampus yang jauh dari kata demokratis, serta anti-kritik.
Bardasar hal-hal di atas maka, saya Murti Ali Lingga (Kordinator FKPMA) dan segenap pengurus Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Aceh (FKPMA) beranggotakan enam LPM di Aceh menuntut dan menyatakan:
PERTAMA: Mengecam tindakan pembekuan dan pemberedelan LPM Poros yang dilakukan pihak UAD. Menurut hemat kami, tindakan dan perlakuan ini merupakan tindakan kekanak-kanakan dan memperlihatkan pemimpin kampus yang anti kritik dan saran.
KEDUA: Mengecam dan menyayangkan upaya (pihak) UAD dalam penyelesaian peristiwa ini, dengan tidak adanya komunikasi yang baik tanpa melibatkan pihak LPM Poros.
KETIGA: Mengecam segala bentuk intimidasi (baik secara fisik dan mental) yang tujuannya membatasi ruang gerak LPM Poros dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik, yang sejatinya menyuarakan kebenaran.
KEEMPAT: Meminta pihak UAD agar segera mengizinkan kembali segala kegiatan LPM Poros agar kembali berjalan sediakala.
KELIMA: Meminta pihak UAD untuk “mengembalikan” citar baik LPM Poros, melalui permintaan maaf, baik lisan maupun tertulis.
KEENAM: Meminta pihak UAD untuk tidak mempraktikan dan melakukan tindakan serupa kepada LPM Poros secara khusus dan kepada seluruh organisasi-organisasi dinaunginya, secara umum.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, semoga dapat diterima dan ditanggapi secara arif dan bijaksana, serta dengan akal sehat. Sekian suara kritik dan saran. Segala atensinya, kami ucapkan terima kasih banyak.
Mari melawan pembungkaman. Hidup Pers Mahasiswa!
Wassalam.
Banda Aceh, 4 Mei 2016
Tertanda,
Murti Ali Lingga, Koordinator Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Aceh (FPMA)
Narahubung:
0822-1447-3783
0858-3434-1402
PIN 5CF60943
Surel : murtialilingga@gmail.com