Pers mahasiswa dalam melihat zamanya tidak bisa terlepas dari sejarah. Dalam perjalananya, pers mahasiswa merupakan organisasi yang tidak hanya sebatas menulis, ia bahkan memposisikan dirinya sebagai gerakan mahasiswa. Pada masa orde baru, pers mahasiswa mengambil alih pemberitaan yang tak mampu dimuat oleh pers umum, alhasil banyak pers mahasiswa yang mengalami pembredelan. Keberanian tersebut bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan karena melihat realitas sosial yang tidak dikehendaki; kemiskinan merajalela, korupsi, penindasan, bahkan sampai pada pembunuhan terjadi di penjuru kota.
Keberanian dalam menyuarakan aspirasi rakyat juga tidak terlepas dari idealisme, ideologi dan orientasi pers mahasiswa. Idelogi persma tentu tidak terlepas dari pembelaan terhadap kemanusiaan, dan keadilan. Bukan tanpa alasan, dari segi nama (baca:persma), sudah sangat jelas, pers dan mahasiswa memiliki difinisi yang berat dan mulia. Pers yang yang berarti menginformasikan dan mahasiswa yang berarti sekelompok manusia yang mempunyai
spiriti intelektualitas (kritis), kemanusian (berpihak pada moral dan etika) kerakyatan (berpihak pada kaum yang tertindas). Gerakan- gerakan yang dibangun pun murni bersadarkan kesadaran pers mahasiswa, menulis tak cukup untuk menyuarakan, namun dibutuhkan pula aksi massa yang lebih besar untuk menekan sikap politik pemerintah.
Mengutip salah satu paragraph pada buku Menapak jejak Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia bahwa pers mahasiswa tidak pernah absen dalam memberikan sesuatu kepada khalayak (Gerakan -Rakyat- Pemerintah). Perhatian pers mahasiswa akan isu- isu kerakyatan dan paradigm kritis yang di kontruksi terus menerus menjadikan pers mahasiswa sebagai salah satu lumbung wacana dan data bagi setiap gerakan mahasiswa. Bahkan kantong- kantong pers mahasiswa menjadi semacam markas bersama bagi beragam gerakan yang tegah bergeliat
merespon arus besar perubahan sosial- politik. Namun apa yang terjadi saat ini? Kita perlu bercermin pada diri kita masing- masing, dan kemudian bertanya, apa yang bisa persma lakukan ditengan gempuran media mainstream dan ketidakmampuan kita dalam memposiskan diri? Pertanyaan tersebut mungkin dapat menjadi bahan refleksi kita sebagai insan pers mahasiswa. Jika sejarah telah mencatat bagaimana militansi serta progresifitas persma, tentu hal tersebut bisa kita lakukan kembali, dengan melakukan penyesuaian terhadap masa kita saat kini.
Dulu harapan angota lebih berorientasi pada adanya kebersamaan gerak melawan tirani kekuasaan Orde Baru, kini harapan itu lebih pada bagaimana meningkatkan kemampuan jurnalistik, manajemen redaksi, dan sejenisnya, lebih pada upaya mengaktualisasikan sikap, kini lebih pada upaya mendapatkan skill dan pengengembangan Wacana. (sumber :LPJ Sekjen 2010)
Dari latar belakang diatas, saya ingin akan membawa Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia kedepannya dalam tiga pusat atau yang disebut dengan Tri Sentris, dalam konsep ini kekuatan pers mahasiswa akan mendasar pada tiga ranah, yang diantaranya : menjadikan PPMI sebagai sebuah keluarga, menjadikan PPMI sebagai sebuah ruang Wiyata ( pengetahuan) dan terkahir menjadikan PPMI sebagai sebuah organisasi gerakan.
Ditulis oleh Abdus Somad, Sekjen Nasional periode 2015-2016 dalam Draft Program Kerja Pengurus Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Periode 2015-2016.